Cerita Mistis Sepak Bola
KARYABOLA Rahmad Darmawan punya cerita menarik soal awal karier sebagai pemain sepak bola. Eks pelatih Timnas Indonesia itu mengaku pernah terlibat praktik mistis dengan memakai jimat dan memakan gotri sepeda.
Nama Rahmad Darmawan sudah tidak asing lagi bagi fans sepak bola Indonesia. Dia telah melatih banyak klub top, termasuk Persipura Jayapura dan Persija Jakarta. Pada 2013, dia juga jadi pelatih Timnas Indonesia.
Sebelum menjadi pelatih beken, Rahmad Darmawan punya karier sebagai pemain. Dia tercatat pernah membela Persija, ATM FA (Malaysia), dan Persikota Tangerang.
Melalui siniar Bicara Bola, yang dipandu Akmal Marhali, soso yang karib disapa RD itu membuka cerita awal kariernya di sepak bola. Sebelum bermain pada level profesional, dia pernah memakai jimat.
“Ada banyak orang ‘pintar’ di kampung yang akhirnya menyarankan kepada saya, meminta kepada saya untuk jadi muridnya. Saya dikasih jimat, dikasih jimat supaya kakinya kuat, supaya kepalanya headingnya kuat,” kata RD.
Saat itu, RD mengaku masih berusia 13 tahun atau duduk di bangku kelas 1 atau kelas X Sekolah Menengah Pertama (SMP). Meskipun begitu, RD lebih sering bermain pada level senior dan jadi incaran lawan-lawannya.
“Saya harus tirakat, harus puasa. Saya bilang ‘Oke, benar juga ya’ karena memang saya diincar karena waktu itu SMP kelas 2 sudah jadi bintang, pemain bintang di kampung,” kenangnya.
Puasa Putih 40 Hari Hingga Makan Gotri
Menurut RD, pada era tersebut, kepercayaan masyarakat pada hal-hal mistis masih sangat tinggi. Faktor itulah yang membuatnya tidak bisa melawan arus dan menerima saran orang yang lebih tua di lingkungannya.
Menurut RD, ada beberapa saran yang harus dia lakukan agar punya kekuatan saat bermain sepak bola. Salah satunya adalah puasa putih selama 40 hari.
“Bayangkan saya usia segitu, orang-orang belum pernah mengenal namanya puasa mutih 40 hari, saya sudah lakukan itu, gila kan, gila,” katanya.
“Itu (jimatnya) ada yang saya makan, itu gotri itu loh, tahu gotri kan?
Selain itu, RD juga mengenal jimat pelor dan beberapa jenis lainnya. “Bukan keinginan saya sebetulnya, tapi orang-orang di kampung yang takut dengan kondisi saya,” katanya.